Rahasia Menikmati Musik yang Beraneka Ragam

Pada abad ini, musik mengalami perkembangan bentuk dan gaya yang sangat pesat. Kemudahan pertukaran informasi yang dipicu oleh akses internet menyebabkan musik dari daerah lain dapat tersebar dengan mudah dan cepat. Kita menjadi tahu bahwa ada musik Noise, Karawitan Jawa Tengah, Bebop, Free Jazz, Saluang jo Dendang, Delta Blues, Progressive Rock, Samulnori, Experimental Pop, Electronic, Trip Hop, East European Folk, hingga musik-musik kontemporer yang tidak mudah dilabeli dengan nama genre.

Pendengar dapat dengan mudah mengakses berbagai macam musik dari festival, website, radio, dan televisi. Berbagai jenis musik sudah memiliki festival sebagai wadah untuk penyajiannya. Sebagai contoh, terdapat festival musik Noise, Jazz, Rock, Blues, Karawitan, hingga festival musik khusus seperti festival untuk instrumen Harpsichord, festival musik yang disajikan berdasarkan graphic score atau notasi gambar, festival musik improvisasi, festival untuk kuartet String, festival untuk instrumen Gitar, dan masih banyak lagi.

Di internet, kita dapat dengan mudah menemukan musik-musik di atas seperti di Youtube, Vimeo, Soundcloud, dan situs penyaji audio maupun video lainnya. Di televisi dan radio, kita dapat menemukan beberapa kanal yang menyajikan musik-musik Orkestra, Jazz, Musik Dunia (World Music), dan sebagainya.

Keanekaragaman ini, di satu sisi, tidak serta merta diikuti dengan kemudahan dalam menikmatinya. Jenis musik yang bermacam-macam ini memiliki estetika yang berbeda-beda, yang akhirnya menuntut pemahaman akan musik satu dengan lainnya. Perbedaan ini dapat dinikmati dan dipahami apabila pendengar mengapresiasi musik yang beraneka ragam.

Cara yang temudah bagi pendengar untuk mengapresiasi musik yang beraneka ragam ialah dengan sering mendengarkan keanekaragaman musik itu sendiri. Aktivitas mendengarkan keanekaragaman tersebut akan menambah pengalaman atas bebunyian. Hal ini akan membentuk kebiasaan dalam mengalami bebagai macam dinamika, stuktur, tekstur, nada, warna bunyi, ritmis, hingga lapisan makna yang dikandung oleh musik-musik tersebut.

Dalam aktivitas pendengaran, mari kita bedakan antara mendengar (hearing), mendengarkan (listening), dan mendengarkan secara mendalam (deep-listening) karena ketiga hal tersebut amat berbeda. Aktivitas mendengar tidak membutuhkan perhatian yang khusus dikarenakan dapat dilakukan sambil lalu; aktivitas mendengarkan membutuhkan perhatian; aktivitas mendengarkan secara mendalam membutuhkan perhatian dan konsentrasi secara menyeluruh. Bagi pendengar awam, cobalah untuk memasuki tahap mendengarkan.

Mengalami hal baru pasti tidak mudah pada awalnya dan ini berlaku pula dalam berapresiasi. Hal-hal baru biasanya akan berbenturan dengan selera yang telah terbentuk berdasarkan perspektif pandangan yang telah terpatri. Ini merupakan hal yang wajar, seperti yang pernah diungkapkan oleh Steve Coleman, seorang saxophonis, bahwa semua hal pasti tidak mudah pada mulanya.

Selain mendengarkan, aktivitas apresiasi didukung dengan aktivitas nonmusikal, seperti mencoba berbicara dan bertanya kepada musisi (ketika setelah pertunjukan) dan mencari tahu biografi musisi dan latar belakang sejarah musik tersebut (lewat internet, buku, atau catatan rekaman). Mendengarkan musik lain yang gaya musiknya cukup dekat dengan musik yang pernah Anda dengarkan pun dapat membantu untuk memperlebar wawasan bunyi.

Anda mungkin bertanya-tanya, untuk apa kita berapresiasi? Jawabannya berkaitan dengan kebutuhan manusia dalam mendengarkan hal baru; berapresiasi akan memudahkan kita dalam mendengarkan dan menikmati keragaman musik yang begitu luas.

Aktivitas apresiasi akan membuka cakrawala pendengar akan kekayaan musik di dunia. Di samping itu, apresiasi akan menumbuhkan sikap obyektif dalam menilai musik yang beragam, baru, atau cenderung asing yang sedang kita dengarkan. Selera merupakan sesuatu yang menyebabkan hidup manusia berwarna, namun ia memiliki efek samping terhadap penilaian manusia yang cenderung subyektif. Apa yang kita anggap tidak enak saat ini tidak berhubungan dengan kualitas sebuah musik.

Ibarat menyantap makanan, lidah orang Jawa yang menyantap Gudeg tentu berbeda dengan ketika menyantap Pizza. Gudeg barangkali sudah pasti enak, tapi tidak demikian dengan Pizza yang notabene merupakan makanan yang sering disantap oleh orang Italia. Gudeg dan Pizza adalah makanan yang berbeda cita rasa, estetika, dan latar belakang sejarahnya. Maka, alangkah lebih bijak jika kita menilai kedua hal tersebut dengan penilaian yang obyektif, bukan dengan penilaian berdasarkan selera.

Seperti makanan, musik juga memikili cita rasa, estetika, dan latar belakang sejarahnya masing-masing. Dengan pandangan obyektif, pendengar dapat memiliki wawasan pengetahuan dan perspektif pandangan yang luas. Kedua hal ini dapat membentuk dan mengembangkan selera musik seseorang.

Jika Anda adalah penggemar musik Pop, cobalah untuk menyimak musik Jazz dan Noise. Jika Anda adalah penggemar musik Rock, cobalah menyimak musik Karawitan dan Pop. Jika Anda adalah penggemar musik Hip Hop, cobalah untuk datang ke festival musik kontemporer atau pementasan musik Dangdut. Ciptakan komunikasi dengan musisi setelah menonton pertunjukannya dan carilah pengetahuan di internet atau buku yang akan mendukung informasi tentang musik yang Anda nikmati. Alih-alih menggunakan istilah enak-tidak-enak sebagai penilaian, gunakan tolok ukur lain seperti dinamika, tekstur, makna lirik, atau apapun yang membuat Anda tertarik pada musik tersebut.

Pada akhirnya, aktivitas apresiasi akan menuntun kita sebagai pendengar untuk sampai pada tujuan besar dalam berapresiasi, yaitu kemudahan dalam menikmati musik yang beraneka ragam dari seluruh penjuru dunia.